Setiap tahun sehabis panen warga Dayak Bekati' di Kampung
Tiga Desa Kecamatan Bengkayang, Kabupaten Bengkayang mengadakan ritual dan
pesta padi yang disebut Mana' Kaja' Pade (memegang kaki padi). Acara ini
dimaksudkan sebagai ungkapan syukur kepada Nyabata (Tuhan-red.) atas panen dan
agar tetap memelihara semangat padi supaya panen yang akan datang tetap
berhasil. Ritual dan pesta ini rutin dilaksanakan setiap tanggal 27 April, dan
dilaksanakan sangat meriah dibanding perayaan Natal; walaupun sebagian besar
masyarakat di Kampung Tiga Desa hampir semuanya sudah beragama Katolik,
Protestan.
Ritual ini tidak terlepas dari hubungan antara
manusia dan Nyabata. Menurut kepercayaan orang Bekati' ketika jaman Malik
Mantak (jaman awal kehidupan manusia), Mansia (manusia), Amot (hantu) dan
Nyabata dapat saling melihat dan berhubungan. Mereka bersama-sama mengerjakan
payak (sawah) dan uma (ladang) dengan belalek (gotong royong)
Seperti yang dituturkan Julius Jinun (44 tahun) warga
Kampung Tiga Desa kepada KR, retaknya hubungan mansia, Amot dan Nyabata karena
manusia mencuri alat untuk berladang Amot berupa kapak usi'. Amot mengetahui
bahwa manusia mencuri alat tersebut. Lalu Amot mengambil batang pisang gunung
untuk menutupi tubuhnya, dan akhirnya Mansia tidak dapat melihat Amot dan
Nyabata lagi. Mansia merasa menyesal, lalu melakukan ritual pesta padi untuk
mengenang masa malik mantak ini.
Mulanya ritual ini dilakukan bersama
ritual Nyangah pada Nyabata Tapang dengan menyembelih babi. Namun sesuai dengan
pergeseran zaman ritual ini hanya dilakukan di rumah masing-masing.
Menurut Acek, panyangah pada ritual ini, mana' kaja' pade
terdiri dari dua. Yaitu matek ante', (nyangah mentah) dan matek ansak (nyangah
masak). Matek ante' dimaksudkan untuk mengumpulkan para Nyabata-Nyabata yang
terdiri atas Nyabata kayu yaitu: Nyabata Tapank, Nyabata Bante', Nyabata Bayur,
dan Nyabata Bangaris. Nyabata gunung terdiri atas Nyabata Bawank, Nyabata
Sepacong, Nyabata Sike', Nyabata Muakng, dan Nyabata Apar Pajaji.
Bahan-bahan yang harus dipersiapkan saat matek ante' yaitu
tempayan antik yang diisi dengan beras. Dimana selama nyangah tempayan harus
tetap terbuka. Antor ante' (buis adat antaran) terdiri atas piring putih yang
diisi salikat (beras ketan). Diatas salikat disimpan sebuah mangkuk yang diisi
dengan baras banyu (beras kuning). Mangkuk yang diisi dengan paint tawar (air
yang diberi paku dan irisan kunyit). Selapa (napan yang terbuat dari tembaga)
yang berisi sirih 5 lembar, kapur, tembakau, belahan pinang, dan rokok masak (rokok
dari nipah). Selapa ini dipergunakan untuk menyapa para Nyabata. Disamping
tempayan diletakkan pisau untuk menyembelih siap (ayam). Sebelum disembelih
diambil tiga helai bulu siap (ayam) pada bagian sayap.
Pada saat matek antek, panyangahatn membacakan mantra sambil
menyiapkan pintek (sirih, kapur dan pinang yang telah digulung). Setelah itu
panyangahatn menyembeli siap (ayam) dan menyimpan darahnya di dalam mangkuk.
Bulu ayam yang telah dipersiapkan tadi dicelupkan kedalam darah dan dipercikkan
ke seluruh bahan sangahatn. Hal ini dimaksudkan agar segala sial yang
kemungkinan ada menjauh. Kemudian ayam yang telah disembelih diberikan kepada
tuan rumah untuk dibersihkan.
Ritual kedua adalah matek ansak yang dimaksudkan untuk
mempersembahkan hasil panen yang telah dimasak kepada para Nyabata. Bahan-bahan
yang perlu dipersiapkan lemang atau salikat, tumpik, sungke (beras yang dimasak
dari daun simpur), telur, pintek, sadok (ayam yang diambil hati, dada dan
pahanya). Setelah bahan-bahan ini disiapkan, panyangah membaca mantra yang
dimaksudkan untuk mengajak para Nyabata untuk makan bersama-sama hasil panen
yang ada agar hubungan mansia dengan Nyabata tetap dapat terjaga.
Terancam Punah
Menurut Yulius Jinun, seorang warga
Bakati yang ikut ritual ini, sangat disayangkan ritual ini terancam punah
karena kini tinggal beberapa keluarga saja yang melaksanakannya. Pengaruh agama
luar menjadi penyebab utama berkurangnya pelaksanaan ritual ini. "Orang
Bakati umumnya tetap melaksanakan acara ini, tetapi tidak lagi dengan ritual
Dayak, diganti dengan cara agamanya. Saya sendiri meski beragama Katolik tetap
melakukan nyagahatn untuk menghormati para leluhur dan adat,"ujarnya.
Anderson, Frans Lobo. Ritual Mana' Kaja' Pade
Dayak Bakati'. Majalah Kalimantan Review Edisi Reguler Nomor 94 Tahun XII -
Juni 2003