Setiap
tahun sehabis panen warga Dayak Bekati' di Kampung Malo Desa Malo Jelayan, Kecamatan Teriak, Kabupaten Bengkayang
mengadakan ritual dan pesta padi yang taunt Baru pade (tahun baru padi). Pada
tahun ini acara tahun baru padi di desa malo jelayan serentak dilaksanakan 3
kampung dalam satu desa (kampung malo jelayan, Bandong dan kampung air payun).
Acara ini dimaksudkan sebagai ungkapan syukur kepada Nyabata (Tuhan) atas panen
dan agar tetap memelihara semangat padi supaya panen yang akan datang tetap
berhasil. Ritual dan pesta ini rutin dilaksanakan setiap tahun pada tahun ini jatuh pada tanggal 17
Februari 2014 hasil rembukan tetua-tetua adat setempat, dan dilaksanakan
sangat meriah dibanding perayaan Natal; walaupun sebagian besar masyarakat di Kampung tersebut hampir
semuanya sudah beragama yang
mayoritasnya katolik, protestan dan sebagian ada beragama islam).
Ritual
ini tidak terlepas dari hubungan antara manusia dan Nyabata. Menurut
kepercayaan orang Bekati' ketika jaman Malik Mantak (jaman awal kehidupan
manusia), Mansia (manusia), Amot (hantu) dan Nyabata dapat saling melihat dan
berhubungan. Mereka bersama-sama mengerjakan payak (sawah) dan uma (ladang)
dengan belalek (gotong royong). Retaknya hubungan mansia, Amot dan Nyabata
karena manusia mencuri alat untuk berladang Amot berupa kapak usi'. Amot
mengetahui bahwa manusia mencuri alat tersebut. Lalu Amot mengambil batang
pisang gunung untuk menutupi tubuhnya, dan akhirnya Mansia tidak dapat melihat
Amot dan Nyabata lagi. Mansia merasa menyesal, lalu melakukan ritual pesta padi
untuk mengenang masa malik mantak ini.
Mulanya
ritual ini dilakukan bersama ritual Nyangah pada Nyabata Tapang dengan menyembelih
babi. Namun sesuai dengan pergeseran zaman ritual ini hanya dilakukan di rumah
masing-masing.
Silvanus
Kulap, seorang warga Bakati yang sekaligus berperan sebagai tukang pato’
(Pembaca mantra persembahan untuk nyabata), mengatakan sangat disayangkan ritual
ini terancam punah karena kini tinggal beberapa keluarga saja yang
melaksanakannya. Pengaruh agama luar menjadi penyebab utama berkurangnya
pelaksanaan ritual ini. "Orang Bakati umumnya tetap melaksanakan acara
ini, tetapi tidak lagi dengan ritual Dayak, diganti dengan cara agamanya. Saya
sendiri meski beragama Katolik tetap melakukan nyagahatn untuk menghormati para
leluhur dan adat,"ujarnya.
Hal yang
senada di sampaikan oleh Kulap (tukang pato’), Jika generasi muda Dayak tidak
mengenal budaya sendiri itu adalah suatu masalah yang harus diperhatikan oleh
pemerintah. Karena pemerintah juga adalah bagian penting yang tidak hanya
berperan di bidang pembangunan ekonomi dan politik daerah saja, tetapi juga
berperan penting dalam melestarikan kebudayaan lokal. Maka dari itu perlunya
pengenalan sejak dini tentang kebudayaan lokal, salah satunya melalui
pendidikan di sekolah. Jika hal ini kita biarkan terus menerus, lambat laun
budaya seperti ini akan terkikis oleh jaman dan tak ada orang dayak dan
budayanya kecuali cerita yang ada hanya sisa sampah sejarah.